21 Des 2010
by 4m3one
in Uncategorized
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk
Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia, karet merupakan salah
satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian Negara. Hasil
devisa yang diperoleh dari
karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah
menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari
negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri yaitu di
daratan Amerika Selatan (Tim Penulis PS, 2008).
Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya
Brasil. Karenanya, nama ilmiahnya Herea brasiliensis. Sebelum
dipopulerkan sebagai tanaman budidaya yang dikebunkan secara
besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan Asia
sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasilan getah
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanaman karet termasuk famili Euphorbiare atau tanaman getah-getahan.
Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman
yang banyak mengandung getah (latek) dan getah tersebut mengalir keluar
apabila jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya,
tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri (Syamsulbahri, 1996).
Sistem perkebunan karet muncul pada abad ke-19. Akan tetapi sistem
perkebunan di Asia Tenggara tidak terjadi sebelum akhir abad ke-19,
ketika permintaan menuntut perluasan sumber penawaran. Sistem
diperkenalkan oleh beberapa ahli tumbuh-tumbuhan di inggris (http://www.icraf.org, 2010 ).
Karena lebih dari 80% dikelola oleh rakyat, perkebunan juga merupakan
sumber mata pencaharian dan pendapatan sebagian besar penduduk
Indonesia. Sebagai sumber pertumbuhan bahan baku industri, lapangan
kerja, pendapatan, devisa, maupun pelestarian alamm, perkebunan masih
akan tetap memegang peranan penting (BPPP, 1997).
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik. Pre treatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embrio. Skarifikasi merupakan salah satu upaya ore
trearment atau perawatan awal pada benih yang dutunjukan untuk
mematahkan dormansi serta mempercepat perkembangan biji yang sergam (http://agrica.wordpress.com, 2010).
Ada 4 fungsi media tanam yang harus mendukung pertumbuhan tanaman yang
baik, yaitu sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
tersedia bagi tanaman dapat melatukan pertukaran udara antar akar dari
atmosfer di atas media dan berakhir harus dapat menyokong tanaman asal
tidak kokoh (Nelson, 1981). Pada awalnya seluruh karet dikumpulkan dari
tanaman liar, awalnya karet dari Brazil tetapi ada juga dari daerah lain
dalam jumlah perbandingan yang kecil. Karena permintaan yang bertambah
dan lebih cepat dibandingkan dengan persediaan yang ada dan harga yang
melambung tinggi. Ini memungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap
pengelupasan benih dilanggar dan pohon karet pula diperkenalkan kepada
kerajaan-kerajaan kolonial di bagian dunia lain (Schery, 1961).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui Pemeliharaan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.).
Kegunaan Percobaan
Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti
praktikum di Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan
Universitas Sumatera Utara, Medan
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut http://www.plantamor.com (2010), karet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiareae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasililensis Muell. Arg
Tanaman karet berupa pohon, ketinggiannya dapat mencapai 30-40 meter.
Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghunjam
tanah hingga kedalaman 1-2 meter, sedangkan akar lateralnya dapat
menyebar sejauh 10 meter (Syamsulbahri, 1996).
Tanaman karet berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan
diameter batang cukup besar. Umumnya batang karet tumbuh lurus ke atas
dengan percabangan dibagian atas. Dibatang inilah terkandung getah yang
lebih terkenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin
berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3,5 – 30 cm. Helaian anak
daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong (Sianturi, 2001).
Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai
bunga yang berbentuk bunga majemuk terdapat bunga betina dan bunga
jantan (Setyamidjaja, 1999).
Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga
karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang.
Setiap ruangan berbentuk setengah bola (Setiawan dan Andoko, 2005).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya
tinga, kadang enam. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya
cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola khas (http://www.incraf.org, 2010).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman karet dapat tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada kondisi
iklim sebagai berikut, yaitu didataran rendah sampai dengan ketinggian
200 m diatas permukaan laut, suhu optimal 28 (http://www.pustaka_deptan.go.id, 2010).
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15 dan
15. Bila ditanam diluar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat,
sehingga memulai produksinya pun lebih lambat (Setyamidjaja, 1999).
Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang tersebut adalah hutan hujan
tropis yang disertai dengan suhu panas dan kelembaban tinggi. Curah
hujan rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman karet adalah
sekitar 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari
(Syamsulbahri, 1996).
Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah bersolom dalam, jeluk lapisan padas lebih
darii 1 m, permukaan air tanah rendah yaitu 1 m. Sangat toleran
terhadap keasaman tanah, dapat tumbuh pada hingga 8,0 (Sianturi,
2001).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada
tanah-tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah
gambut. Tanah-tanah vukanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang
cukup baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solom, kedalaman air
tanah, aerase, dan drainasenya (Setyamidjaja, 1999).
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti tanah
berpasir hingga laterit merah dan padsolik kuning, tanah abu gunung,
tanah berilat serta tanah yang mengandung peat. Tampaknya tanaman karet
tidak memerlukan kesuburan tanah yang khusus ataupun topografi tertentu
(Syamsulbahri, 1996).
PEMELIHARAAN TANAMAN KARET( Hevea brassiliensis Muell. Arg.) TANAMAN MENGHASILKAN
Penyiangan
Penyiangan dalam budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet
dari gangguan gulam yang tumbuh di lahan. Karenaya, kegiatan pnyiangan
sebenarnay bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan gulma
sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman karet. Meskipun demikian,
umumnya penyiangan dilakukan 3 kali dalam setahun untuk emnghemat tenaga
dan bea ( Setiawan dan Andoko, 2005).
Lakukan penyiangan untuk menghindari persaingan tanaman didalam
pengambilan unsur hara. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
yang telah mati sampai dengan tanaman telah berumur 2 tahun pada saat
musim penghujan. Tunas palsu harus dibuang selama 2 bulan pertama
dengan rotasi 2 minggu sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai
tanaman mencapai ketinggian 1,80 m. Setelah tanaman berumur 2-3 tahun,
dengan ketinggian 3,5 m dan bila belum bercabang, perlu diadakan
perangsangan dengan cara pengeratan batang, pembungkusan pucuk daun dan
pemenggalan ( http://
Litbangdeptan.com, 2010).
Jenis-Jenis Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman karet pada fase penanaman hingga produksi diantaranya:
Rayap
Rayap yang menjadi hama tanaman karet, terutama spesies Microtermes inspiratus dan Captotermes curvignathus.
Kutu
Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman bagi tanaman karet adalah
Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer virgata, Ferrisiana virgata
dan Planococcus citri yang masing-masing memiliki ciri yang berbeda.
Tungau
Tungau yang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase penanaman hingga
produksi ini adalah Hemitarsonemus dengan warna pucat hingga hijau.
Babi hutan
Babi hutan (Sus verrucosus) adalah hama bagi hampir semua tanaman perkebunan termasuk karet terutama yang ditanam dekat hutan.
Rusa dan kijang
Rusa dan kijang menjadi hama bagi tanaman dengan cara memakan daun-daunya.
Tapir
Sama dengan kijang tapir ( Tapirus indicus ) menjadi hama bagi tanaman karet juga dengan cara memakan daun tanaman muda.
Tupai
Tupai menjadi hama karena mengerat batang tanaman karet dengan bentuk spiral.
Gajah
Gajah ( Elephas maximus ) hanya menjadi hama yang diudsahakan di pulaau
Sumatera, terutama jika areal tersebut berdekatan dengan hutan yang
merupakn habitat hewan ini.
( Setiawan dan Andoko, 2005 ).
Penyakit adalah gangguan yang terus menerus pada tanaman yang disebabakan oleh patogen, virus, bakteri dan jasad renix lain.
Beberapa jenis yang cukup merugikan antara lain:
1. Penyakit Embun Tepung
2. Penyakit Daun Colletotrichum
3. Penyakit Kanker garis
4. Penyakit Jamur Upas.
5. Penyakit Bidang Sadapan
6. Penyakit Cendawan Akar putih
( Http ://budidayakaret.html, 2010 ).
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara rutin dengan
memperhatikan tingkat serangan yang terjadi. Untuk mengetahui akan
terjadinya serangan hama/penyakit sejak awal maka perlu dilakukan
pengontrolan tanaman secara rutin (early warning system). Pada cara ini
terdapat tim yang bertugas mengidentifikasi tingkat serangan dan tim
pengendalian serangan hama/penyakit. Pengendalian hama pada umumnya
dilakukan dengan cara menakut-nakuti, mencegah kehadiranya, menangkap
dan meracuni. Pada tanaman menghasilkan lebih banyak mengalami serangan
penyakit dari pada hama. Penyakit gugur daun yang menyerang daun muda
(setelah gugur daun) sering dijumpai di lapangan jika kondisi iklim
lembab. Pada tanaman yang disadap cukup berat juga sering dijumpai
penyakit kekeringan alur sadap (http://binaukm.com, 2010).
Penyakit tanaman karet tanaman menghasilkan yang umum ditemukan pada perkebunan dan cara penegndalianya adalah :
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus
(Rigidoporus lignosus). Penyakit ini mengakibatkan kerusakan pada akar
tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun
terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi mati.
Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada
perakaran tanaman sakit tampak benang‐benang jamur berwarna putih dan
agak tebal (rizomorf). Jamur kadang‐kadang membentuk badan buah mirip
topi berwarna jingga kekuning‐kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada
serangan berat, akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah
tumbang dan mati. Kematian tanaman sering merambat pada tanaman
tetangganya. Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar
tanaman sehat ke tunggultunggul, sisa akar tanaman atau perakaran
tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet
umur 1‐5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak tunggul
atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengobatan
tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk
mendapatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian
tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka
keberhasilan pengobatan hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan
jenis fungisida anjuran yang dianjurkan adalah :
Pengolesan : Calixin CP, Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC,
Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC.
Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan Triko SP+
Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast)
Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap
sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering,
terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks
ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula‐mula ditandai dengan tidak
mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemu‐dian dalam beberapa
minggu saja kese‐luruhan alur sadap ini kering tidak me‐ngeluarkan
lateks. Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena
pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat
meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit
perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan
penyakit ini adalah terjadinya pecah‐pecah pada kulit dan pembengkakan
atau tonjolan pada batang tanaman. Pengendalian penyakit ini dilakukan
dengan: Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi
pemakaian Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur
sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100. Bila
terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks yang
dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap
sampai 10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya
dari 1/2S d/2 menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon
dikurangi atau dihentikan untuk mencegah agar pohon‐pohon lainnya tidak
mengalami kering alur sadap. Pengerokan kulit yang kering sampai batas
3‐4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit
yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau
Antico F‐96 sekali satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan NoBB harus
diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang
dioles sekali seminggu untuk mencegah masuknya kumbang penggerek (Gambar
4.10). Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang kering atau di
panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau 1/2S
d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur
sadap. Pohon yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk
ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit (Anwar, 2001).
Gulma Tanaman Karet
Pada daerah barisan tanaman karet harus bebas dari gulma. Untuk itu
digunakan pengendalian gulma secara kimia/herbisida. Pengendalian gulma
dengan herbisida dilakukan 1 bulan sebelum pemberian pupuk agar pada
saat pemupukan tanaman dapat menyerap pupuk secara optimal. Walaupun
pada daerah gawangan terdapat gulma lunak tetapi tidak boleh tumbuh
gulma berkayu seperti Melastoma malabatrichum (http://binaukm.com, 2010).
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti
alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll. (Anwar, 2001).
Pemberantasan Gulma
Pengendalian gulma pada tanaman karet menghasilkan lebih diarahkan pada
daerah 1 meter sebelah kiri dan kanan barisan tanaman karet, sedangkan
gawangan karet tetap dapat ditumbuhi gulma lunak. sehingga tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun
pertama dilakukan berdasarkan umur tanaman seperti berikut:
Tabel 1. Frekuensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida berdasarkan Umur
Umur tanaman
(tahun) Kondisi tajuk Aplikasi Herbisida Lebar piringan/jalur
Frekuens Waktu
Tanaman Belum Menghasilkan:
2 ‐ 3 tahun
4 – 5 tahun
Tanaman menghasilkan:
6 – 8 tahun
9 – 15 tahun
>15 tahun
Belum menutup
Mulai menutup
Sudah menutup
Sudah menutup
Sudah menutup
3‐4 kali
2‐3 kali
2‐3 kali
2 kali
2 kali
Maret, Juni, September, Desember*)
Maret, September, Juni*)
Maret, September, Juni*)
Maret, September
Maret, September
1.5 – 2.0 m
1.5 – 2.0 m
2.0 – 3.0 m
2.0 – 3.0 m
2.0 – 3.0 m
( Anwar, 2001).
Pengendalian gulma ada beberapa cara, tergantung di mana pengendalian
tersebut dilakukan. Pengendalian gulma di pembibitan berbeda dengan di
areal kebun, baik untuk tanaman yang belum menghasilkan maupun tanaman
yang sudah menghasilkan (Http://guulmakaret.html, diakses 23 September
2010).
Kerugian Hama dan Penyakit serta Gulma
Masalah gulma di perkebunan karet dianggap serius karena bisa
mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Di samping itu, juga ada beberapa jenis
gulma yang bisa mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan sehingga
tanaman terhambat dan menjelang waktu penyadapan produksinya rendah.
Gulma juga dapat menjadi tanaman inang (host plant) dari hama dan
penyakit tanaman. Oleh karena itu, gulma harur diberantas. Pengendalian
gulma harus dilakukan sejak tanaman masih di pembibitan. Hal ini
dilakukan untuk menjaga pertumbuhan tanaman agar tetap baik.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cangkul, kored, dengan tangan,
atau dengan bahan kimia (Http://guulmakaret.html, 2010).
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet.
Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat
kerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upaya
pengendaliannya. Oleh karena itu langkah‐langkah pengendalian secara
terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat penyakit tersebut
perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan di
perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan nilai
kerugian ekonomis yang ditimbulkannya ( Anwar, 2001).
PEMBAHASAN
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki
posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan
produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang
teknologi budidayanya. Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan
tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan
penyakit tanaman.
Pengendalian gulma Areal pertanaman karet, baik tanaman belum
menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas
dari gulma seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga
tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Lakukan penyiangan untuk menghindari persaingan tanaman didalam
pengambilan unsur hara. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman
yang telah mati sampai dengan tanaman telah berumur 2 tahun pada saat
musim penghujan. Tunas palsu harus dibuang selama 2 bulan pertama dengan
rotasi 2 minggu sekali, sedangkan tunas lain dibuang sampai tanaman
mencapai ketinggian 1,80 m. Setelah tanaman berumur 2-3 tahun, dengan
ketinggian 3,5 m dan bila belum bercabang, perlu diadakan perangsangan
dengan cara pengeratan batang, pembungkusan pucuk daun dan pemenggalan.
Hama-hama penting yang sering menyerang karet adalah:
a . Pseudococcus citri
Pengendaliannnya dengan menggunakan insektisida jenis
Metamidofos, dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,05 -0,1%.
b. Kutu Lak (Laeciper greeni)
Dapat diberantas dengan insektisida Albolinium (Konsentrasi 2%)
ditambah Surfactan citrowett 0,025%.
Penyakit-penyakit yang ditemui pada tanaman karet adalah: penyakit embun
tepung, penyakit daun, penyakit jamur upas, penyakit cendawan akar
putih-dan penyakit gugur dawn: Pencegahannya dengan menanam Klon yang
sesuai dengan lingkungan dan lakukan pengelolaan , tanaman secara tepat
dan teratur:
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karet merupakan salah satu tanaman industri di Indonesia
2. Pemeliharaan karet TM merupakan hal yang sangat pokok untuk meningkatkan produksi
3. Pemeliharaan karet TM meliputi penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, pemeberantasan gulma.
4. Pengelolaan dan pemeliharaan karet harus dilakukan secra intensif
dan efesien agar tidak menimbulkan kerugian ekonomis sehingga dapat
berproduksi optimal
5. Masalah
gulma di perkebunan karet dianggap serius karena bisa
mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penyerapan unsur hara, air,
cahaya, dan ruang tempat tumbuh sedangakan penyakit karet dapat
menimbulkan menurunya hasil produksi serta mematikan tanaman
6.
Penyakit-penyakit yang ditemui pada tanaman karet adalah: penyakit
embun tepung, penyakit daun, penyakit jamur upas, penyakit cendawan akar
putih-dan penyakit gugur dawn
7. Pencegahan penyakit karet dengan menanam Klon yang sesuai dengan
lingkungan dan lakukan pengelolaan , tanaman secara tepat dan teratur
8. Gulma tanaman karet seperti alang-alang, Mekania, Eupatorium, dll,
pengendalainya dapat dilakukan secara mekanis, amaupun kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., 2001. Pusat penelitian karet, Mig Crop: Medan.
BPPP, 1997. 5 Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1992-1996. Departemen Pertanian, Jakarta.